Tuesday, April 21, 2009

Mengorek Langit

Aku menengadah, menatap langit yang kebiruan. Saputan awan putih berpendar diantara biru dan terangnya langit. Tak kulihat awan berbentuk seperti biasanya yang terlihat seperti sesuatu. Terkadang aku melihat wajah perempuan, gunung, kuda, bahkan seekor naga yang sedang terbang. Hanya halusinasi, rekayasa otakku saja. Menggelikan memang mengingat itu hanya awan tapi aku bisa melihatnya berbagai macam bentuknya yang aneh dan hidup.
Awan putih berderak perlahan. Aku tak merasakan bumi ini berputar sebagaimana awan bergerak. Aku tetap di tempat meski waktu telah berputar sebagaimana mestinya. Mataku mencari sela-sela langit mencoba menemukan beberapa jawaban atas pertanyaan dalam benakku. Langit, sejauh mata memandang tak kutemukan apa-apa, hanya gumpalan awan dan berkelebatan burung di atas sana.
Kucari sela tersempit yang ada di langit, sapa tahu aku bisa mengintip dan menemukan jawaban atas rasa penasaranku. Kukelilingi langit sekitar dan tubuhku berputar-putar sambil menengadah, ya itu tadi, aku mencari celah sekecil apapun demi melihat isi langit yang sebenarnya. Di ujung sana tetap saja berwarna biru, ku coba menoleh ke arah yang berlainan tetap saja warnanya biru, aku berputar-putar dan terus saja berputar tapi tetap saja semuanya berwarna biru. Tak ada celah rupanya.
Aku menghela nafas, apa perlu aku ke atas sana demi melihat ada apa gerangan yang di tutupi oleh langit? Kalau memang dengan begitu aku bisa mengobati rasa penasaranku, pasti akan aku lakukan. Langit pasti menyembunyikan sesuatu di balik sana, tapi apa?
Tak ada apa-apa, hanya ruang kosong yang ada di otakku. Aku sudah melampaui langit yang kulihat dengan mata telanjang saat masih di bawah sana. Tapi tak kutemui apa-apa. Aku kembali menengadah dan kulihat masih ada langit yang entah ada apa lagi di baliknya. Rasa penasaranku semakin menjadi-jadi, ada apa di atas sana? Apa benar kata orang kalau langit itu ada tujuh tingkat?
Kalau memang begitu, berarti aku harus melampaui beberapa tingkat lagi. Mungkin ada yang tersembunyi di atas sana hingga harus di sembunyikan sampai tujuh lapis. Pasti ada sesuatu yang berharga dan istimewa. Hmmm…rasa penasaranku memuncak. Iya…aku yakin, pasti ada yang di sembunyikan di atas sana dan pasti begitu berharga hingga tak mudah orang melihatnya.
Kucari cara untuk bisa menembus langit ke tujuh. Semakin lama semakin gelap saja, aku tak peduli meski orang-orang menganggapku gila. Di mana letak kegilaan itu? Apa orang yang ingin mencari tahu jawaban atas pertanyaannya sendiri disebut gila? Yang benar saja! Halah masa bodoh dengan mereka, lihat saja nanti kalau aku sudah menemukan jawabannya pasti mereka akan berdecak kagum padaku.
Aku mencium aroma kearoganan dalam diriku. Tapi biarlah, yang penting aku harus mengobati rasa penasaranku sebelum aku mati penasaran. Sudah kucoba melewati lapis-lapis langit yang katanya orang ada tujuh lapis itu. Sudah berapa lapis ini ya? Tak ada apa-apa, kosong, tak berpenghuni. Tak ada kehidupan, hanya aku, ya hanya aku saja di sini. Tak kutemui sesuatu apapun hanya gumpalan awan yang semakin gelap dan gelap. Ada apa ini?
Aku merasa awan-awan gelap itu mengerubungiku. Aku terjebak! Di mana aku ini? Kutengadahkan demi melihat ada apa di atas sana, tak kulihat apa-apa hanya gelap dan mungkin masih ada langit setelah ini. Bohong! Aku sudah mencapai langit ke tujuh tapi belum kutemukan apa-apa di sini. Semuanya serba gelap, tak ada sesuatu pun yang menjawab pertanyaanku.Tak mungkin aku melewatkan langit ke tujuh, karena aku yakin aku telah mencapai tingkat itu. Sepi-sepi saja di sini, tak ada apapun yang bisa kuceritakan pada mereka, aku kecewa, ya terus terang saja aku kecewa. Karena rasa penasaranku tak terjawab dengan apa yang telah kulakukan. Keyakinanku melemah, kuputuskan untuk kembali ke tempat aku berdiri sebelumnya.
Langit terlihat biru. Sekelilingnya membiru meski ada beberapa awan putih menyaput di beberapa bagian birunya langit. Rasa penasaranku masih tertinggal, hanya saja aku tak begitu membuncah seperti semula. Aku kembali ke tempat awal rasa penasaranku. Belum kutemukan jawaban. Masih saja aku mencuri-curi celah yang ada sapa tahu aku bisa menemukannya kali ini.

Tuesday, April 07, 2009

Dilematis Pemilu

"Suara anda menentukan negara kita 5 tahun mendatang"

Bukan rahasia lagi kalau Pemilu selama beberapa tahun kemarin sudah terkontaminasi oleh rasa ketidakpercayaan terhadap para caleg dari sekian banyak partai. Lebih pastinya sih rasa tak percaya pada pemerintah. Skeptis terhadap pencalonan para calon anggota DPR/MPR yang di mata masyarakat luas tak lebih dari sekelompok orang-orang ambisius pecinta dan penggerogot uang rakyat. Lha kalo dipikir-pikir sih sapa juga yang mau nolak gaji segede itu, nggak heran kalo banyak orang berlomba-lomba menggantungkan mimpinya buat duduk di kursi empuk itu.
Sepintas kerja para legislatif emang santai dan penuh dengan kebahagiaan, rapat tidur, aspirasi rakyat nggak tersampaikan, kunjungan ke sana ke mari, rasanya kok nyaman betul jadi anggota legislatif. Bahkan sekarang yang nyaleg jadi amburadul, siapapun bisa nyaleg.
Tak peduli status sosial maupun tingkat pendidikannya. Jadi inget waktu itu pernah liat di Kick Andy! yang lagi membahas para caleg yang "rada beda". Ada yang dari kalangan pengamen/ anak jalanan, budayawan, atau kepala keluarga biasa.
9 April besok merupakan hari pencontrengan se-Indonesia, waktunya milih siapa yang layak untuk dienakkan hidupnya. Kalo boleh bilang sih besok itu merupakan hari gambling se-Indonesia Raya. Pertaruhan sudah dimulai dan buahnya akan segera terlihat. Rasa ketidakpercayaan terhadap pemilu berimbas munculnya aliran golput yang memandang sebelah mata proses pembentukan negara ini.
Miris, mungkin itu yang terbersit di hati seseorang yang masih peduli terhadap negaranya. Golput yang tak ikutan memilih dan memilih berdiam di rumah tanpa aksi, sungguh mengecewakan. Logika telah mati, apa dengan aksi seperti itu kemudian bisa mengubah negaranya menjadi lebih baik? I dont think so... Justru memberi peluang kepada mereka yang berbuat curang, memberi peluang kepada manusia-manusia yang berpikiran tikus. Apa yang bisa diberikan oleh kita terhadap negara kalo tidak merusaknya secara tidak langsung. Dukung negara ini menjadi lebih baik, gunakan insting dan hati nurani dalam mencontreng besok.
Golput bukan jawaban atas sebuah pemulihan negara justru penghancuran negara secara pelan-pelan. Kita harusnya berdoa dan berusaha memperbaiki negara yang sakit, bukan malah membiarkannya membusuk.
Ayo mencontreng!!!!

Thursday, April 02, 2009

Termehek-mehek Sama Simpang 5

Semarang = Simpang Lima
Simpang Lima = Minggu Pagi

Yah semua itu udah terkonsep di otakku sejak pertama kali mendengar kata Semarang. Pasalnya saat pertama kali aku menginjakkan kakiku di kota atlas ini, simpang lima lah yang pertama kali aku kunjungi. Tentu saja ini berkaitan dengan hobi blanja-blanjiku yang rada over, mamasku yang nganter aku nyium simpang lima yang kemudian setelah itu pantai marina yang menjadi tujuan berikutnya.
Gila-gilaan! Murah-murah banget! Aku sama ibuku yang sama-sama shopaholic bersaing berburu barang yang sekiranya aneh-aneh yang nggak dijual di kotaku, Mojokerto, Jatim. Mulai dari sendal 10 ribuan yang awetnya minta ampun, sampai ke tas yang cuma 20 ribu. Belum lagi beliin oleh-oleh baju anak-anak yang cm 7500an, haduh…bisa dapet banyak tuh! Yang jelas minggu pagi di simpang lima bener-bener refreshing ala aku hehe.
Meski banyak omongan miring tentang simpang lima, yah yang banyak copet nya lah, penuh sesak, hiburan rakyat, kumuh ah persetan semua itu. Untungnya selama ini aku selalu nyaman dan nggak pernah gengsi buat pergi ke simpang lima meski harganya emang-emang “rakyat”. Duh…tradisi minggu pagi di simpang lima jangan sampai dihilangkan dong, kan cuma itu yang bikin Semarang rame. Lagian kalo dihilangkan, bisa-bisa hasrat blanja-blanji orang-orang sepertiku bisa tak tersalurkan.
Mal? Ah masih kalah seru sama simpang lima! Keep on shopping!!!!

Wednesday, April 01, 2009

Mengulik Nyata

Sudah waktunya musim telah berganti, dari hujan ke musim panas. Tapi apa yang terjadi akhir-akhir ini benar-benar di luar dugaan. Alam telah menyeimbangkan dirinya sendiri dan tentu saja dengan caranya sendiri, bencana! Yup Tuhan telah mengaturnya sedemikian rupa, bayangin aja, musim hujan yang seharusnya telah berakhir tapi karena global warming semua cuaca dan musim telah acak.

Banjir bandang, lahar dingin, waduk jebol, puting beliung dan entah apa lagi nantinya yang bisa melenyapkan banyak nyawa dalam waktu singkat. Hanya yang terpilihlah yg bisa dan masih hidup. Tuhan tak pernah main-main dengan ciptaannya, saat semua telah tersaji, siapa yg merubahnya? Manusia itu sendiri kan?

Setelah kejadian ini, yang tersisa hanya tangis, doa, penyesalan, protes dan segala macam bentuk ungkapan hati akan penerimaan yang diterima. Yah…coba melongok ke belakang dan sadari apa yang telah manusia perbuat. Yakinlah kalo itu semua dari kita dan untuk kita. *manggut-manggut dan menghela nafas*