Thursday, July 31, 2008

Surabaya Kota Mall?!?!?!

Setelah beberapa bulan, sekitar kurang lebih setengah tahunan-lah aku gak nginjek kota Surabaya, ibukota provinsiku, serta merta aku serasa udik banget. Pas waktu aku masih tinggal disana dalam jangka waktu yang lumayan agak lama (kuliah) aku ngeliat kota ini sewajarnya kota besar biasanya. Sedikit banyak aku tau tempat-tempat nongkrong anak mudanya, begitu juga dengan perkembangan pembangunan kota yang saat itu juga terlihat biasa-biasa saja.
Tapi kemarin aku ngerasa kota ini telah berubah secara signifikan, terutama pembangunannya.

Sempet kepikiran, apa ini imbas dari pilkada ya? Jalan-jalan gang yang dulunya masih lobang-lobang, selama aku masih tinggal disitu, sekarang udah mulus. Bahkan gak jarang jalan-jalan gang udah banyak yang dipaving. Kalo dulu aku selalu nggerutu gara-gara jalan yang gak mulus, sekarang aku tetep aja nggerutu, kenapa gak dari dulu? Hehehe

Taman-taman kota pun semakin diperbanyak dan bagus, cocok buat nongkrong (juga pacaran hehehe), dan tentu saja membuka lahan baru buat para penjual kaki lima ato penjual keliling biar bisa mangkal. Asalkan tetep jaga kebersihan ya pak?! Jadi gak cuman Taman Bungkul, Taman Apsari ato Taman Prestasi aja tapi juga taman-taman kota yang lainnya yang bisa dikembangin buat paru-paru kota.
Yang lebih bikin aku heran lagi ya pembangunan mall di Surabaya.

Disaat perekonomian semakin mencekik, bisnis waralaba juga semakin meracuni otak-otak kapitalis buat melebarkan sayapnya. Meskipun Surabaya udah punya JMP, Surabaya Plaza (Delta), atopun Plaza Tunjungan yang lebih dikenal dengan TP (Tunjungan Plaza), tapi kayaknya itu belum cukup. Budaya konsumerisme semakin dipupuk dan menjadikan masyarakat konsumtif semakin dimanjakan. Selain itu juga berdiri mall-mall kayak Giant Hypermart, Royal Plaza, BG Junction, Galaxy Mall, Ramayana, DTC (Darmo Trade Center), PTC (Pakuwon Trade Center) dan mungkin ada beberapa yang belum aku sebutin karena emang banyak.
Sebagian besar memang sengaja udah aku datengin, yah sekedar jalan-jalan ato memang aku ada keperluan untuk membeli sesuatu. Secara sepintas, barang yang dijual gak jauh beda, kualitasnya sama, harga pun gak terlalu jauh terpautnya tapi kenapa juga bisnis ini digilai? Apa Surabaya memang mau dirubah menjadi kota mall?
Ada beberapa mall yang belum sempet aku datengin ato istilahnya “nganyari” kayak Cito (City of Tomorrow) yang kayaknya udah beroperasi meski aku sempet denger ada masalah dengan tata letaknya (IMB) yang aku gak tau ujungnya gimana toh sekarang tetep aja jalan. Carrefour di kawasan AJBS, Surabaya Town Square, dan mal lain yang namanya aja aku juga belum tau.
“Orang Surabaya tau kamu udah gak disini lagi makanya pembangunannya digiatin” celetuk temenku pas aku bilang kok banyak gedung-gedung baru. Dulu memang masih berupa bangunan belum jadi yang kelihatannya gak bakal rampung karena banyak sengketa. Ternyata sekarang semua udah beroperasi dengan sombongnya.
Wah…Surabaya memang sangar!!! Meski gitu,
kangen juga sama ni kota yang nyimpen banyak kenangan.

Wednesday, July 09, 2008

Cuma seorang….PSK?

-sebuah frame singkat seseorang-
Hari beranjak petang. Saat sebagian besar aktifitas pagi telah berkemas, di sisi lain sebuah aktifitas baru akan dimulai. Terlihat kesibukan salah satu gang di Surabaya, gang dimana bisa dibilang kehidupan warganya yang “breaking the rule”. Saat wajah-wajah lelah mulai sedikit sumringah karena jam kantor telah usai, saat itu pula wajah-wajah segar mulai bersiap untuk bertarung dengan malam. Penjual nasi goreng telah mangkal di pinggir-pinggir jalan gang, marketing bersafari (germo) pun mulai siap siaga dengan produk di belakangnya.

Tampak seorang perempuan cantik mulai merapikan diri. Kulitnya mulus dan tubuh yang proporsional terlihat begitu terawat. Bisa ditaksir usianya sekitar 20-an, masih muda memang. Usia yang seharusnya dihabiskan bersama teman-teman sebayanya, kuliah, jalan-jalan ke mal atau kerja sambilan di kafe-kafe ataupun sekedar jadi SPG, tidak dirasakannya karena harus kerja yang dimata orang lain sangat-sangat tidak layak untuknya. Ia pun melenggang meninggalkan kamar salah satu wisma untuk menuju “ruang pamer”.


Ia menghempaskan tubuhnya di sofa bentuk L dan memulai berperan sebagai “perempuan etalase”, duduk manis sambil menunggu pelanggan ato seorang customer. Ia tak sendiri, disebelahnya berderet perempuan-perempuan etalase lainnya yang sama sepertinya, menunggu pelanggan atau customer yang mem”booking”nya.
Diluar tampak aktifitas tawar-menawar antara marketing bersafari dengan salah satu customer. Sedang para perempuan etalase berusaha menarik perhatian customer dengan body language yang sangat-sangat sensual. Such an unique transaction… tak ada kata-kata yang keluar meski hanya sepatah kata saja. Diam dan berkutat dengan Hp atau menerawang entah apa. Memasang senyum termanis dan menggoda setiap customer yang bakal jadi “pasiennya”.
“Jangan pernah memandang sebelah mata orang-orang sepertiku” ujarnya sambil berlalu.
“Bagaimanapun juga ini semua lakon kehidupan yang dilalui setiap manusia, dan tak semua orang sama. Jadi jangan pernah menilai atau menjudge sesuatu atas dasar kebenaran pribadi. Karena apapun reward yang didapat di kehidupan setelah ini bukan tanggung jawab orang lain, melainkan diri sendiri. Jadi jangan sok suci menganggap dirinya paling benar di mata Tuhan!”, urainya sambil tersenyum. Entah apa arti senyumannya itu. Whateverlah…yang jelas mereka ada dan HIDUP!