Tuesday, April 29, 2008

Dualisme Dialog Kabur


“Kamu percaya Tuhan gak?”
“Percaya gak percaya. Emang kenapa?”
Dari situlah akhirnya percakapan kami ngebahas seputar eksistensi Tuhan. Selama ini aku emang gak pernah mikirin lebih jauh tentangNya, sejauh aku beragama itu udah cukup buatku.
Darimana dia dapet pemikiran kayak gitu ya? Akhirnya dia nyodorin dua buku filosofi yang sebelumnya aku gak pernah tau. Buku apaan ini?
“Baca aja dulu baru komen”
Genealogi Moral dan Senjakala Berkala dan Anti-Krist dua-duanya milik Nietzsche.
Sebulan…hampir dua bulan…..tiga bulan…..sampe akhirnya sekitar lima bulan aku baru slese baca satu buku (Genealogi Moral). Hanya satu buku! Dan itupun aku masih belum sepenuhnya ngerti. Biasanya aku hanya butuh waktu lebih lama dua hari buat baca buku setebel itu, tapi sekelas novel, lha ini? Its completely new!!!! Bener-bener barang baru buatku.
Sampe akhirnya dia nunjukin aku sebuah halaman dan aku disuruhnya baca terus mikirin kalimat penulis itu. Sinting… jadi ini yang bikin dia mikir sejauh itu?
Beberapa bulan berikutnya aku coba baca satunya lagi (Senjakala Berhala dan Anti-Krist) yang merupakan buku dengan penulis yang sama, pemikiran yang sama pula. Dengan sedikit gambaran sebelumnya, aku sudah mulai mengerti kemana arah pemikirannya, menyangkal Tuhan! Become an atheis!
Buku ini dahulu sempet kena cekal pas zaman orba karena temasuk buku kiri, padahal menurutku entah itu buku kiri atau kanan, toh semua terserah yang baca. Ya gak? Mo ngikutin pemikirannya ato gak kan urusan pribadi masing2. Kenapa orang lain harus repot?
Sama seperti buku sebelumnya, aku menghabis kan waktu hampir empat bulan untuk menyelesaikannya, bukan untuk mengerti sepenuhnya. Bahkan sampai detik ini pun aku masih belum begitu ngerti sama bunga otaknya. Aku hanya merabanya secara kasar.
Berawal dari dua buku itu, akhirnya aku pun sering menengok buku-buku serupa (Birth of Tragedy, Foucoult, Machiavelly ato gak taulah lupa). Entah itu hanya sekelumit biografinya ato tulisannya.
Meskipun pada saat melahirkan pemikiran itu Nietz belum “sakit” bisa jadi Tuhan menjawab segala penyangkalannya dengan membuatnya “sakit” dan mati dalam kondisi yang mengenaskan. Mati dalam kegilaan. Only God knows why?
“Darimana kita bisa tau apa yg dibilang Nietz itu benar?”
“Tuhan telah mati?”
“Iya!”
“Manusia adalah kesalahan Tuhan ato Tuhan adalah kesalahan manusia?”
“Tp dia kan udah mati? Gak bisa konfirmasi lagi apa dia ketemu Tuhan dan bilang kalo pemikirannya salah, juga gak bisa bilang kalo ternyata dia gak ketemu Tuhan terus mo bilang kalo dia benar?”
“Ecce Homo” (=lihatlah dia)
“Lha terus?”
“Atheis”
“Oh…”
Bagi Nietzche, Tuhan telah mati. Tapi bagi Tuhan, Nietzche telah mati. Lucunya, gimana bisa seseorang bisa mengikuti pemikiran Nietz yang notabene adalah seorang yang “sakit”. Jelas gak heran kalau punya pemikiran diluar batas kemampuan pikir manusia pada umumnya. Karena jangkau otaknya tak lagi berpijak pada kerasionalan. Apa sepicik itu manusia melampiaskan kekecewaannya dengan mengkambing hitamkan sebuah “keyakinan”?
Tapi Nietz tetaplah Nietz yg tetep abadi dgn konsep nihilisme-nya....two tumbs up!

No comments: